BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Era
globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di
setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu
mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan
serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan
kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di perusahaan akan terpapar dengan
resiko bahaya di tempat kerjanya.
Di dunia industri, penggunaan
tenaga kerja mencapai puncaknya dan terkonsentrasi di tempat atau lokasi proyek
yang relatif sempit. Ditambah sifat pekerjaan yang mudah menjadi penyebab
kecelakaan (elevasi, temperatur, arus listrik, mengangkut benda-benda berat dan
lain-lain), sudah sewajarnya bila pengelola proyek atau industri mencantumkan
masalah keselamatan kerja pada prioritas pertama. Dengan menyadari pentingnya
aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam penyelenggaraan proyek, terutama
pada implementasi fisik, maka perusahan/industri/proyek umumnya memiliki
organisasi atau bidang dengan tugas khusus menangani masalah keselamatan kerja.
Lingkup kerjanya mulai dari menyusun program, membuat prosedur dan mengawasi,
serta membuat laporan penerapan di lapangan. Dalam rangka Pengembangan Program
Kesehatan Kerja yang efektif dan efisien, diperlukan informasi yang akurat, dan
tepat waktu untuk mendukung proses perencanaan serta menentukan langkah
kebijakan selanjutnya.
Penyusunan program, membuat prosedur,
pencatatan dan mengawasi (Monitoring) serta membuat laporan penerapan di
lapangan yang berkaitan dengan keselamatan kerja bagi para pekerja kesemuanya
merupakan kegiatan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Kegiatan monitoring merupakan rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan
dari tindak-lanjut penerapan kegiatan
pemeriksaan /audit kinerja. Monitoring merupakan suatu proses yang
berkesinambungan memantau pelaksanaan manajemen/program kegiatan juga memantau
tindak lanjut hasil dari pemeriksaan/audit kinerja melalui sistem pengawasan
internal yang sistematis.
Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran
masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan
perilaku. Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program kesehatan
yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam masyarakat
sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial
budaya, politik dan sebagainya). Atau dengan kata lain promosi kesehatan tidak
hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik dan
non-fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan, penulis dapat merumuskan
masalah yang akan di bahas dalam laporan ini. Masalah
tersebut adalah bagaimana
Monitoring di PT Indo Bharat Rayon Purwakarta?
C.
Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Kegiatan Kunjungan Lapangan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menganalisa kegiatan monitoring di PT Indo-Bharat Rayon Purwakarta.
2.
Tujuan
Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian monitoring
b. Untuk mengetahui bagaimana teknik monitoring
di PT Indo Bharat Rayon Purwakarta
c. Untuk Mengetahui langkah-langkah yang
digunakan untuk melakukan monitoring
D.
Manfaat
1.
Manfaat
Teoritis
a. Hasil kunjungan ini dapat digunakan untuk
pengembangan ilmu kesehatan masyarakat khususnya ilmu promosi keselamatan dan
kesehatan kerja di PT Indo Bharat Rayon.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi PT
Indo-Bharat Rayon
Berdasarkan identifikasi di PT Indo Bharat Rayon dapat memberikan
penjelasan tentang tehnik monitoring
b.
Bagi
Mahasiswa
Mendapatkan pengalaman nyata mengenai tehnik monitoring yang
digunakan PT. Indo-Bharat Rayon.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian
Monitoring
Monitoring (bahasa Indonesia: pemantauan) adalah pemantauan yang dapat
dijelaskan sebagai kesadaran (awareness) tentang apa yang ingin diketahui,
pemantauan berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat membuat pengukuran
melalui waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu.
Monitoring akan memberikan informasi tentang status dan kecenderungan
bahwa pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke waktu,
pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk memeriksa terhadap
proses berikut objek atau untuk mengevaluasi kondisi atau kemajuan menuju
tujuan hasil manajemen atas efek tindakan dari beberapa jenis antara lain
tindakan untuk mempertahankan manajemen yang sedang berjalan.
Beberapa pakar manajemen mengemukakan bahwa fungsi
monitoring mempunyai nilai yang sama bobotnya dengan fungsi perencanaan. Conor
(1974) menjelaskan bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan, separuhnya
ditentukan oleh rencana yangtelah ditetapkan dan setengahnya lagi fungsi oleh
pengawasan atau monitoring. Padaumumnya, manajemen menekankan terhadap
pentingnya kedua fungsi ini, yaitu perencanaan dan pengawasan (monitoring).
Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan
dan ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun.
Monitoring digunakan pula untuk memperbaiki kegiatan yang menyimpang dari
rencana, mengoreksi penyalahgunaan aturan dan sumber-sumber, serta untuk
mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif dan seefisien mungkin.
Berdasarkan kegunaannya, William Travers Jerome menggolongkan
monitoring menjadi delapan macam, sebagai berikut :
1.
Monitoring yang digunakan untuk memelihara dan
membakukan pelaksanaan suatu rencana dalam rangka meningkatkan daya guna dan
menekan biaya pelaksanaan program
2.
Monitoring yang digunakan untuk mengamankan harta
kekayaan organisasi atau lembaga dari kemungkinan gangguan, pencurian,
pemborosan, dan penyalahgunaan.
3.
Monitoring yang digunakan langsung untuk
mengetahui kecocokan antara kualitas suatu hasil dengan kepentingan para
pemakai hasil dengan kemampuan tenaga pelaksana.
4.
Monitoring yang digunakan untuk mengetahui
ketepatan pendelegasian tugas dan wewenang yang harus dilakukan oleh staf atau
bawahan.
5.
Monitoring yang digunakan untuk mengukur
penampilan tugas pelaksana.
6.
Monitoring yang digunakan untuk mengetahui
ketepatan antara pelaksanaan dengan perencanaan program
Monitoring
pada umumnya dilakukan baik pada waktu sebelum kegiatan pembinaan maupun
bersamaan waktunya dengan penyelenggaraan pembinaan (pengawasan atau
supervisi). Monitoring, pengawasan, dan supervisi memiliki perbedaan antara
satu dengan yang lainnya. Pengawasan dilakukan terhadap orang-orang yang
mengelola program. Supervisi dilakukan terhadap pelaksanaan program,sedangkan
monitoring dilakukan terhadap komponen-komponen program. Monitoring selain
berkaitan dengan pengawasan dan supervisi, mempunyai hubungan erat dengan
penilaian program.
Monitoring
sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengikuti suatu program dan
pelaksanaannya secara mantap, teratur dan terus-menerus dengan cara mendengar,
melihat dan mengamati, serta mencatat keadaan serta perkembangan program
tersebut. Dalam seri monograf 3, UNESCO Regional Office for Education inAsia
and teh Pasific, dijelaskan bahwa monitoring adalah upaya yang dilakukan secara
rutin untuk mengidentifikasi pelaksanaan dari berbagai komponen program
sebagaimana telah direncanakan, waktu pelaksanaan program sebagai mana telah
dijadwalkan, dan kemajuan dalam mencapai tujuan program. Suherman dkk (1988)
menjelaskan bahwa monitoring dapat diartikan sebagai suatu kegiatan, untuk
mengikuti perkembangan suatu program yang dilakukan secara mantap dan teratur
serta terus-menerus.
Pengumpulan
data atau informasi dalam monitoring dimaksudkan untuk mengetahui
kenyataan yang sebenarnya dalam pelaksanaan program yang dipantau. Sasaran
monitoring adalah kelangsungan program dan komponen-komponen program yang
mencakup input, proses, output dan outcome. Pihak yang melakukan monitoring
adalah pengelola program dan atau tenaga profesional yang diberi tugas khusus
untuk memonitor pelaksanaan program. Hasil monitoring digunakan untuk
meluruskan atau memperbaiki program. Perbaikan program itu
sendiri dilakukan dalam kegiatan supervisi, bukan dalam kegiatan monitoring.
Monitoring
selain berkaitan dengan supervisi, juga mempunyai hubungan erat dengan evaluasi
program. UNESCO (1982) mengidentifikasi lima kaitan dan perbedaan antara
monitoring dan evaluasi. Pertama, fokus monitoring adalah pada program yang
sedang dilaksanakan. Bukan pada konteks kegiatan yang harus dilakukan oleh
pelaksana program. Sedangkan evaluasi sering dilakukan sejak perencanaan
program. Kedua, monitoring menitikberatkan pada aspek kuantitatif dalam
pelaksanaan program yang dapat menjadi bahan untuk kegiatan evaluasi. Evaluasi
dapat melengkapi hasil monitoring dengan data tambahan
yang diperlukan sesuai dengan tujuan evaluasi yang mengarah pada
aspek kualitatif. Monitoring berhubungan dengan dimensi
kuantitatif tentang efektivitas program seperti banyaknya output program,
sedangakan evaluasi lebih berkaitan dengan dimensi kualitatif tentang
efektivitas program seperti sejauh mana output sesuai dengan norma atau standar
yang telah ditentukan. Ketiga, monitoring mencakup usaha untuk mengidentifikasi
faktor-faktor pendukung program, seperti faktor logistik, yang dapat membantu
atau mempengaruhi penampilan program,sedangkan evaluasi mengarah pada upata
menyiapkan bahan masukan untuk pengambilan keputusan tentang ketepatan
perbaikan peluasan atau pengembangan program. Keempat, kontribusi yang dapat
dimanfaatkan dengan segera dari hasil monitoring adalah untuk kepentingan
pengelolaan program, sedangkan kontribusi evaluasi lebih terkait dengan
pengambilan keputusan tentang penyusunan rancangan dan isi program. Kelima,
monitoring dan evaluasi merupakan proses yang saling melengkapi antara satu
dengan yang lainnya. Walaupun tekannya berbeda, keduanya mempunyai arah yang
sama yaitu untuk meningkatkan efektivitas program.
Langkah-langkah
pokok untuk melakukan monitoring adalah sebagai berikut:
1.
Pertama, menyusun rancangan monitoring, seperti untuk menghimpun
data atau informasi tentang pelaksanaan program yang hasilnya akan dibagikan
dan diserahkan kepada pengelola untuk:
a)
Memperbaiki pelaksanaan program,
b)
Sasaran atau aspek-aspek yang akan
dimonitor,
c)
Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
program,
d) Pendekatan
metode, teknik dan instrumen monitoring
e)
Waktu dan jadwal kegiatan monitoring, dan
f)
Biaya monitoring.
Rancangan ini didiskusikan dengan pengelola dan penyelenggara
program untuk memperoleh masukan bagi penyempurnaannya. Hasil
penyempurnaan ini dapat disebut program monitoring.
2.
Kedua, melaksanakan kegiatan monitoring dengan menggunakan
pendekatan metode, teknik dan isntrumen yang telah ditetapkan dalam
langkah pertama.
3.
Ketiga, menyusun dan menyerahkan laporan monitoring kepada pihak
pengelola atau penyelenggara program untuk digunakan bagi perbaikan
atau pengembangan program.
B.
Pengertian
K3
Keselamatan kerja dapat
diartikan sebagai suatu kondisi yang bebas dari resikokecelakaan atau kerusakan
atau dengan resiko yang relatif sangat kecil dibawah nilaitertentu
(Simanjuntak, 1994). Sedangkan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai
kondisiyang dapat mempengaruhi kesehatan para pekerja (Simanjuntak, 1994)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Keselamatan dan Kesehatan Kerjaa dalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari
ancaman bahaya yang mengganggu prosesaktivitas dan mengakibatkan terjadinya
cedera, penyakit, kerusakan harta benda, sertagangguan lingkungan.OHSAS
18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan
factor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dankesehatan
pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain
ditempat kerja.Dari definisi keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta definisi
Keselamatandan Kesehatan Kerja (K3) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
OHSAS dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah suatu
program yang menjamin keselamatan dan kesehatan pegawai di tempat kerja.
C.
Monitoring K3
Monitoring K3 Lingkungan Kerja adalah serangkaian kegiatan
pengawasan dari semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atas
objek pengawasan lingkungan kerja Objek pengawasan lingkungan kerja meliputi :
Faktor-faktor bahaya lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerjadan penyakit akibat kerja adalah :
- Faktor kimia
- Faktor fisika
- Faktor biologi
- Faktor psikologi
- Faktor fisiologi
D. Tujuan
Monitoring K3
a)
Secara umum tujuan monitoring adalah:
Tujuan utama monitoring
adalah untuk menyajikan informasi tentang pelaksanaan program sebagai umpan
balik bagi para pengelola dan pelaksanaprogram. Informasi ini hendaknya dapat
menjadi masukan bagi pihak yang berwenang untuk:
1)
memeriksa kembali strategi pelaksanaan
program sebagaimana sudahdirencanakan setelah membandingkan dengan kenyataan di
lapangan,
2)
menemukan permasalahan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan program,
3)
mengetahui faktor-faktor pendungkung dan
penghambat penyelenggaraan program.
Sebagaimana halnya dengan supervisi, monitoring dapat
mengguanaka npendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung
dilakukan apabila pihak yang memonitor melakukan kegiatannya pada lokasi
program yang sedang dilaksanakan. Teknik-teknik yang sering digunakan dalam
pendekatan ini adalah wawancara dan observasi. Kedua teknik ini digunakan untuk
memantau kegiatan, peristiwa, komponen, proses, hasil dan pengaruh program yang
dilaksanakan. Pendekatan tidak langsung digunakan apabila pihak yang memonitor
tidak terjun langsung ke lapangan, namun dengan menelaah laporan berkala yang
disampaikan oleh penyelenggara program, atau dengan mengirimkan kuesioner
secara berkala kepada para penyelenggaranya atau pelaksana program.
b)
Tujuan Monitoring K3
1. Mengurangi
jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.
2. Menghindari
kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
3. Menciptakan
tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerjamerasa aman dalam
bekerja.
4. Meningkatkan
image market terhadap perusahaan.
5. Menciptakan
hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
6.
Perawatan terhadap mesin dan peralatan
semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.
E.
Promosi K3
1.
Definisi Promosi Kesehatan
Definisi Promosi kesehatan menurut Green (24)
adalah suatu gabungan dari usaha pendidikan kesehatan, pengorganisasian dan
keekonomian yang dirancang untuk menghasilkan perubahan tingkah laku dan
lingkungan yang mendukung praktik pola hidup sehat‖. Pengertian tersebut masih
bersifat umum, untuk kepentingan masyarakat pekerja yang memang memiliki
ciri-ciri khusus, yang membedakan ciri tersebut dengan masyarakat umum dalam
hal karakteristik lingkungan kerja, yaitu adanya pola shift kerja, lokasi
kerja, dan lain-lain. Pengertian atau definisi tersebut berubah menjadi:
“Promosi Kesehatan di tempat kerja adalah ilmu dan
seni untuk menolong pekerja mengubah gaya hidup mereka agar bergerak menuju
status kesehatan dan kapasitas kerja yang optimal, sehingga berkontribusi bagi
kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, dan dapat meningkatkan kinerja dan
produktivitas perusahaan. Kesehatan optimal adalah derajat tertinggi dari
kesejahteraan fisik, emosional, mental, sosial, spiritual dan ekonomi.
Kapasitas kerja optimal adalah kemampuan untuk bekerja dengan kuat dan senang
tanpa kelelahan yang berarti, dengan masih tersedia energi untuk menyenangi
hobi, aktivitas rekreasi dan menghadapi gawat darurat yang tak terduga.
Perubahan gaya hidup dapat dimudahkan dengan kombinasi upaya aktifitas
organisasi, pendidikan dan lingkungan yang mendukung praktek hidup sehat”.
Menurut American Journal of Health Promotion,
promosi kesehatan ialah: "Health promotion is the science and art of
helping people change their lifestyle to move toward a state of optimal health.
Optimal health is defined as a balance of physical, emotional, social,
spiritual and intellectual health. Lifestyle change can be facilitated through
a combination of efforts to enhance awareness, change behavior and create
environments that support good health practices. Of the three, supportive
environments will probably have the greatest impact in producing lasting
change.
2. Keuntungan
Program Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
Adapun keuntungan lain penerapan program promosi kesehatan secara
spesifik di beberapa perusahaan dapat dilihat dari data penelitian berikut ini.
1)
Pengurangan Absentisme
Pada
salah satu studi, secara signifikan jumlah anggota dari sebuah pusat kebugaran
Travelers yang tidak masuk kerja lebih sedikit daripada jumlah yang bukan
anggota. Selain itu, pada studi selama empat tahun yang berbeda, jumlah
penyakit berkurang 19%.
2) Pengurangan
Klaim Biaya Pengobatan
Rata-rata
biaya pengobatan per orang per tahun di Amerika Serikat mencapai 3000 US dolar.
Pencegahan penyakit menyumbang sekitar 70% dari seluruh total biaya karena
sakit. Sebagian besar dari biaya itu berhubungan 18
dengan
kebiasaan hidup sehat. Langkah yang agresif terhadap pengurangan konsumsi biaya
pengobatan kesehatan dan yang terkait dengan hal itu dilakukan dengan cara
mengimplementasikan program promosi kesehatan.
3) Pengurangan
Turnover Pekerja
Perusahaan
yang mensponsori program kesehatan mengirim pesan yang jelas kepada pekerja
bahwa manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Selain itu,
pekerja yang sehat cenderung untuk lebih bahagia dan tidak sebagai calon
pegawai yang ingin keluar dari pekerjaannya. Pekerja yang lebih bahagia dan
sehat dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk
membayar dan melatih pekerja yang baru.
4) Peningkatan
Moral dan Produktifitas
Untuk
kelanjutan usaha dalam meningkatkan sumber daya mereka, produktivitas pekerja
menjadi faktor yang menentukan kunci kesuksesan. Meskipun, tidak mudah untuk
mengukur pengurangan biaya pengobatan kesehatan, peningkatan produktivitas
pekerja dan peningkatan moral, dapat memberikan pengaruh pada keuntungan dan
organisasi. Program kesehatan pekerja memegang peranan yang penting dalam
memelihara dan meningkatkan produktivitas dan moral pekerja.
F.
Peran
Badan Pengawas
DalamMempromosikan Budaya Keselamatan.
Badan
pengawas memperkenalkan sebuah sistem manajemen keselamatan yang efektif dalam
organisasi pengoperasi dengan memberikan jaminan bahwa akan ada pengkajian
mandiri, kritis, dan korektif (dideskripsikan dengan self-regulation). Untuk melakukan pengawasan terhadap sisitem
manajemen keselamatan operasional, badan pengawas menetapkan indicator kinerja
keselamatan dari setiap atribut keselamatan dalam manajemen keselamatan
tersebut.
Prinsip pengawasan
didasarkan pada prinsip dasar keselamatan yang menyatakan bahwa tanggung jawab
utama keselamatan terletak pada pemegang izin atau organisasi pengoperasi, dan
tidak dapat dipindahtangankan atau dipecah atas tanggung jawab berbagai
kegiatan lain.
Sifat hubungan antara
badan pengawas dan pekerja dapat memengaruhi budaya keselamatan pekerja, baik
secara positif maupun negative. Dalam mempromosikan budaya kese;lamatan, badan
pengawas harus memberikan serangkaian contoh yang baik dalam kinerjanya. Hal
ini berarti bahwa badan pengawas harus kompeten secara teknis, menetapkan
standar keselamatanya yang tinggi bagi dirinya sendiri, melaksanakan tugas yang
berkaitan dengan pekerja secara professional, dan menunjukkan penilaian atau
pertimbangan yang baik dalam membuat keputusan pengawasan. Beberapa atribut
budaya keselamatan pengawasan yang baik adalah :
1. Komitmen
organisasi yang jelas dalam memprioritaskan keselamatan.
2. Pembagian
tanggung jawab yang jelas dalam organisasi badan pengawas.
3. Program
pelatihan awal dan lanjutan untuk mempertahankan kompetensi staf badan pengawas
4. Komitmen
personal terhadap keselamatan
5. Komunikasi
dan koordinasi yang baik antara unit-unit organisasi dalam badan pengawas
6. Pedoman
yang jelas untuk melakukan penilaian keselamatan
7. Pedoman
yang jelas untuk melakukan inspeksi keselamatan
8. Kriteria
penerimaan pengawasan yang jelas
9. Komitmen
untuk membuat keputusan pengawasan tepat pada saatnya
10. Komitmen
untuk melakukan intervensi pengawasan yang sepadan dengan situasi keselamatan.
11. Pemahaman
mendalam terhadap risiko ketika membuat keputusan.
Pada
dasarnya, mudah bagi pengawas untuk menerapkan budaya keselamatan didalam
organisasinya sendiri. Selanjutnya, keselamatan merupakan tujuan utama dari
badan pengawas. Oleh sebab itu, Pengawas dapat mendorong pengembangan budaya
keselamatan melalui dukungan positif terhadap kinerja keselamatan yang baik,
promosi contoh pekerja yang mempunyai budaya keselamatan yang baik, dan pengakuan terhadap inisiatif organisasi
pengoperasi tergadap upaya peningkatan keselamatan.
G. Kendala
dalam Mengembangkan Budaya Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan hak asasi keryawan dan salah satu syarat untuk meningkatka
produktivitas kerja karyawan. Di samping itu, kesehatan dan keselamatan kerja
juga merupakan syarat untuk memenangkan persaingan bebas di era globalisasi dan
pasar bebas Asean Free Trade Agrement (AFTA),
World Trade Organization (WTO), dan Asian Paciphic Ecinomic Community (APEC).
Adapun hambatan penerapan ergonomi dan kesehatan dan keselamatan kerja
disebabkan oleh beberapa faktor utama:
1. Hasil
yang telah dicapai dari penerapan kesehatan dan keselamatan kerja dan ergonomi
sebatas pada terciptanya tempat kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien
serta peningkatan produktivitas kerja, namun belum mampu menunjukkan keuntungan
dalam bentuk uang (berbahasa perusahaan).
2. Manajemen
perusahaan masih memberikan prioritas rendah pada program ergonomi dan
kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Program
yang dilaksanakan lebih banyak mencangkup program kuratif dibandingkan program
preventif dan promotif sehingga tampak sebagai pengeluaran saja.
Selain itu, ada beberapa faktor
lain, seperti kurangnya pengetahuan manajemen dan karyawan mengenai ergonomi
dan kesehatan serta keselamatan kerja, terbatasnya dana dan pengawasan, serta
kurangnya penerapan sanksi oleh pemerintah. Oleh sebab itu, penerapan kesehatan
dan keselamatan kerja serta ergonomi harus diupayakan agar mampu memberikan
hasil yang menguntungkan, tidak hanya bagi tenaga kerja tetapi juga bagi
perusahaan, dan pengawasan serta penerapan sanksi oleh pemerintah agar
diperketat.
Banyak faktor lain yang dapat
menimbulkan bahaya, misalnya penggunaan peralatan yang terbuat dari kaca, besi,
alumunium, peralatan yang tajam, runcing, bergerigi, peralatan yang bersuhu
panas atau dingin, dan sebagainya. Faktor bangunan dan ruangan tempat
laboratorium beroperasi juga dapar menjadi risiko, misalnya tata letak
peralatan yang tidak tepat, sempitnya ruangan, dimensi fasilitas yang tidak
memenuhi kaidah ergonomi bagi mahasiswa yang memakainya, tidak standarnya suhu
udara, pencahayaan, dn tingkat kebisingan, serta masalah buangan (sampah) hasil
percobaan laboratorium. Semua hal tersebut dapat menjadi problema bagi
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.
Kasus penyakit akibat kerja lebih
banyak didominasi oleh munculnya keluhan sakit akibat sistem kerja yang tidak
ergonomis, misalnya desain kursi kuliah, kursi di laboratorium, tata letak
peralatan di laboratorium, bentuk kursi dan meja di perpustakaan, kantin,
maupun di ruang diskusi, dan kondisi area parkir sepeda motor yang terlalu
sempit (dan padat kendaraan bermotor). Kondisi fasilitas kerja yang tidak
ergonomis adalah suatu sistem ruang berikut fasilitasnya yang tidak
memperlihatkan aspek manusia penggunanya.
Bencana didefinisikan sebagai
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau
oleh alam dan manusia (kombinasi), yang menimbulkan korban dan penderitaan
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan
prasarana, dan fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat. Berbagai program telah banyak
dikembangkan secara global untuk meningkatkan budaya kesehatan dan keselamatan
kerja, namun tidak sedikit kendala yang dihadapi dalam mengembangkan budaya
kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan. Salah satu kendala yang paling
utama dan bersifat umum serta banyak terjadi adalah kesalahan dalam memahami
konsep budaya kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri (misunderstandings and even misuse of the concept).
Fakta yang diperoleh di beberapa
perusahaan terkait pelaksaan program kesehatan dan keselamatan kerja meliputi:
1. Tidak
adanya tim kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Keberadaan
tim kesehatan dan keselamatan kerja tidak disertai denganpemahaman yang benar mengenai
program kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Program
kesehatan dan keselamatan kerja ada, tetapi pelaksanaannya terbatas hanya pada
beberapa aspek saja.
4. Pelaksanaan
program kesehatan dan keselamatan kerja terbatas hanya pada bulan Kampanye
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5. Kesehatan
dan keselamatan kerja belum merupakan kebutuhan perusahaan dan karyawan.
Hal itu kemungkinan disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti:
1.
Manajemen kurang tanggap.
2.
Lemahnya keberadaan dan posisi tawar
karyawan dan organisasi karyawan di tempat kerja.
3.
Kurang intensnya fasilitas dari
pemerintah dalam penerapan program kesehatan dan keselamatan kerja di
perusahaan.
4.
Lemahnya penegakkan hukum (law enforcement) secara keseluruhan.
Karenanya, perlu disarankan:
1. Demi
tercapainya produktivitas yang tinggi, semua pihak wajib memahami kesehatan dan
keselamatan kerja serta menjamin pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di
tempat kerja.
2. Pemerintah
lebih giat dan serius bertindak sebagai fasilitator.
3. Manajemen
lebih proaktif.
4. Karyawan
bersama organisasi pekerja lebih tanggap akan haknya.
Upaya itu perlu didukung oleh semua
pihak, termasuk kalangan akademis, politisi, dan masyarakat luas. Upaya ke arah
itu masih perlu digiatkan secara berkelanjutan tanpa mengenal lelah.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Profil PT. Indo Bharat
Rayon
Berdirinya
Pabrik Indo Bharat Rayon dilatarbelakangi dengandatangnya seorang pengusaha
India bernama Agrawal ke Indonesia denganmaksud untuk menanamkan modal dari
Birla Group yang bekerja samadengan pengusaha Indonesia, Harlan Bekti.
PT. Indo
Bharat Rayon didirikan sebagai perusahaan PMA denganpersetujuan Presiden No.
B-22/PRES/6/1980 tanggal 3 Juni 1980 dan denganpersetujuan BKPM No. 16
/I/PMA/1980 tanggal 24 Juni 1980 dan diaktakan melalui Notaris Fredik
Alexander Tumbuan di Jakarta dengan Akta No. 16tanggal 5 September 1980.
Presentase
saham PT. Indo Bharat Rayon terdiri dari 80% dari modalpengusaha asing (India)
dan sisanya yang 20% disetor oleh perusahaan dalamnegeri. Perusahaan dikelola
oleh Dewan Direksi dibawah pengawasan DewanKomisaris yang diangkat oleh
pemegang saham setiap tahunnya dalam rapatumum pemegang saham tahunan. Pada
awalnya PT. Indo Bharat Rayon inidibangun dengan modal sebesar US $500 juta
diatas tanah seluas 24 ha,dimana 1/3 bagian dipergunakan untuk perumahan staff
dan karyawan.
PT.
Indo Bharat Rayon memproduksiviscose rayon staple fibers dengan
kapasitas awal sebesar 45 ton/hari, dan saat ini telah diperbesarmenjadi 310
ton/hari. Selain menghasilkan rayon sebagai produksi utama, PT.Indo
Bharat Rayon juga menghasilkan sodium sulfat (Na2SO4) sebagaiproduk sampingnya
dan juga memproduksi larutan asam sulfat (H2SO4) pekatdan cairan karbon
disulfida (CS2) sebagai bahan baku pembantu proses. Rayon fibre
merupakan fiber selulosa alami yang dimanufaktur daripulp kayu. Rayon fibre
secara meluas digunakan di perusahaan tekstil danperusahaan lainnya yang
memproduksi produk kesehatan seperti lap kertas(sanitary napkins) dan lain-lain. Didalam
industri tekstil, rayon digunakanuntuk manufaktur bahan kain (fabric)
dengan penggunaan 100% rayon, ataudicampur dengan serat fiber yang lain. Rayon fibre
telah diterima diseluruhdunia dan telah menjadi salah satu bahan baku tekstil
yang paling pentinguntuk industri tekstil di Indonesia.
Nama
Indo Bharat Rayon memiliki pengertian yaitu Indo berartiIndonesia, Bharat
adalah sebutan lain untuk India, dan Rayon adalah namalain untuk serat
selulosa. Sekarang PT. Indo Bharat Rayon berdiri diatas tanah kurang lebih 65
hektar dengan pekerja tetap sebanyak 1400 orang dan pekerja kontrak sebanyak
800 orang.
2.
Tehnik Monitoring di PT. Indo Bharat Rayon
Tehnik Monitoring di PT. Indo Bharat Rayon
dilaksanakan dengan tehnik observasi. Observasi
ialah kunjungan ke tempat kegiatan secara langsung, sehingga semua kegiatan
yang sedang berlangsung atau obyek yang ada di observasi dan dapat dilihat.
Semua kegiatan dan obyek yang ada serta kondisi penunjang yang ada mendapat
perhatian secara langsung.
PT. Indo Bharat Rayon melakukan observasi setiap
satu hari sekali, dimana petugas K3 selalu mengawasi para pekerja agar pekerja
selalu mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan tidak melanggar peraturan.
Adapun kegiatan monitoring lainnya yaitu memantau melalui kamera CCTV, jika
ditemukan pekerja yang melanggar
peraturan maka akan langsung
ditegur bahkan bisa langsung dikeluarkan dari pabrik. Semua kegiatan ini akan
dicatat, dianalisis dan hasilnya akan dilaporkan kepada pimpinan pabrik sebagai
bahan untuk mengadakan perbaikan.
Adapun
pengambilan data dari berbagai tempat :
a)
Pengambilan data
di Poliklinik
Pengambilan
data di Poliklinik dilakukan setiap hari sekali dan dilaporkan seminggu sekali
dimana data tersebut merupakan data keluhan dan berbagai penyakit akibat kerja
maupun kecelakaan akibat kerja kemudian data tersebut dianalisis seperti ada 10
penyakit yang paling banyak diderita oleh pekerja, lalu hasilnya dilaporkan ke
bagian Personalia.
b)
Pengambilan data
di Lab Kimia
Pengambilan data
di Lab Kimia dilakukan setiap hari untuk mengetahui sampel mana yang lolos cek
uji atau yang tidak lolos, pengecekan ini dilakukan berdasarkan Nilai Ambang
Batas (NAB). Jika dibawah atau sesuai NAB maka sampel lolos cek uji, jika
melebihi ambang batas maka sampel tidak lolos dan akan dibuang karena artinya
di dalam proses pembuatan bahan baku ada yang gagal.
Pengecekan mesin produksi juga
dilakukan seminggu sekali untuk menghidari kerusakan yang lebih parah dan
mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Semua data yang
dihasilkan serta hasil observasi akan dibahas sebulan sekali oleh para pimpinan
departemen.
3.
Langkah-langkah Melakukan Monitoring
Langkah-langkah
pokok untuk melakukan monitoring adalah sebagai berikut:
a.
Pertama, menyusun rancangan monitoring, seperti untuk menghimpun
data atau informasi dari beberapa departemen di PT. Indo Bharat Royal tentang
pelaksanaan program yang hasilnya akan dibagikan dan diserahkan kepada
pimpinan. Rancangan ini
didiskusikan dengan pempinan pabrik dan penyelenggara program
untuk memperoleh masukan bagi penyempurnaannya. Hasil penyempurnaan ini
dapat disebut program monitoring.
b. Kedua, melaksanakan
kegiatan monitoring dengan menggunakan pendekatan metode, teknik observasi
dan instrumen yang telah
ditetapkan dalam langkah pertama.
c. Ketiga, menyusun,
menganalisis dan menyerahkan laporan monitoring kepada kepala departemen untuk
digunakan bagi perbaikan atau pengembangan program selanjutnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
a. Monitoring K3 Lingkungan
Kerja adalah serangkaian kegiatan pengawasan dari semua tindakan yang dilakukan
oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan atas objek pengawasan lingkungan kerja
b.
Tehnik
Monitoring di PT. Indo Bharat Rayon dilaksanakan dengan tehnik observasi. Observasi ialah kunjungan ke tempat kegiatan secara
langsung, sehingga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau obyek yang ada
di observasi dan dapat dilihat. Semua kegiatan dan obyek yang ada serta kondisi
penunjang yang ada mendapat perhatian secara langsung.
c. Langkah-langkah
pokok untuk melakukan monitoring adalah sebagai berikut:
1.
Pertama, menyusun rancangan monitoring, seperti untuk menghimpun
data atau informasi dari beberapa departemen di PT. Indo Bharat Royal tentang
pelaksanaan program yang hasilnya akan dibagikan dan diserahkan kepada
pimpinan. Rancangan ini
didiskusikan dengan pempinan pabrik dan penyelenggara program
untuk memperoleh masukan bagi penyempurnaannya. Hasil penyempurnaan ini
dapat disebut program monitoring.
2. Kedua, melaksanakan
kegiatan monitoring dengan menggunakan pendekatan metode, teknik observasi
dan instrumen yang telah
ditetapkan dalam langkah pertama.
3.
Ketiga, menyusun, menganalisis dan menyerahkan laporan monitoring
kepada kepala departemen untuk digunakan bagi perbaikan atau pengembangan
program selanjutnya.
2.
Saran
Diharapkan kepada mahasiswa/i agar
dapat memahami dan mempelajari lebih dalam tentang Tehnik Monitoring Promosi
K3. Semoga laporan yang kami buat bisa
menjadi bahan ajaran yang bermutu dan bermanfaat bagi kita semua. Dan dapat
menjadikan kami kedepannya seorang tenaga kesehatan masyarakat yang mandiri dan
kompeten dalam bidangnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Sholihah, Qomariyatus.,
dan Wahyudi Kuncoro. 2014. Kesehatan
Keselamatan Kerja : Konsep Perkembangan dan Implementasi Budaya Keselamatan. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Di
akses pada 8 April 2016